Jadwal UAS 2012-2013

Bagi Mahasiswa yang ingin mendownload Jadwal UAS Tahun Akademik 2012-2013 silahkan Klik Disini

Kamis, 26 April 2012

PENANGANAN DELIK PENCURIAN MILITER DALAM KAJIAN YURIDIS KUHPM dan KUHP

Oleh. Bambang Widiyantoro, SH.MH.MM

A. Abstraksi
Definisi tentang pencurian sebagaimana dalam KUHP Pasal 162 adalah : “Barangsiapa mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepuyaan orang lain dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum …”
Ketentuan tindak pencurian yang dapat dilakukan anggota militer terhadap masyarakat sipil sebagaimana ketentuan pasal 142 ayat (1) angka 2 yang pada intinya menyebutkan : …. ketika melakukan pencurian menyalahgunakan kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diperolehnya karena hubungannya dengan angkatan perang itu.”
Penanganan masalah pencurian yang dilakukan oleh masyarakat sipil barangkali tidak menimbulkan banyak kendala dalam proses penanganannya, hal ini akan menjadi lain apabila tindak pencurian tersebut dilakukan oleh anggota militer terhadap barang-barang milik masyarakat sipil, hal ini sangat memerlukan kerjasama dari semua terutama pihak Polisi Militer dan Kepolisian dalam penyidikan perkara tersebut.

B. Pendahuluan
Bahwa pemenuhan kebutuhan manusia dalam kondisi yang sangat terdesak tidak dapat disangkal lagi dapat menyebabkan cara-cara pemenuhan yang terkadang harus dilakukan dengan cara melanggar aturan. Siapapun juga tidak masyarakat sipil dan masyarakat di kalangan anggota militer sebagaimana manusia pada umumnya yang senantiasa dipenuhi dengan rasa dan keinginan yang selalu berlebih terhadap pemenuhan kebutuhan hidup apabila karena sangat terdesak, adanya kemungkinanan yang terbuka dan sedikit diikuti dengan keberanian, akan melakukan segala cara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut, walaupun dengan melakukan pelanggaran hukum.
Tindak pidana yang sering diakitkan dengan pemenuhan kebutuhan hidup di masyarakat sekarang ini adalah delik pencurian, dimana pada banyak kasus yang dihadapi, alasan ekonomi dan terdesak dengan kebutuhan hidup yang ada menjadi sangat klasik setiap penanganan tindak pidana pencurian, baik itu yang dilakukan oleh masyarakat sipil maupun masyarakatan dikalangan militer.
Penanganan kasus tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh masyarakat sipil bagi aparat penyidik (kepolisian) barangkali tidak terlalu menghadapi permasalahan yang berarti apabila tindak tersebut apalagi jika tindak pencurian tersebut tidak diikuti dengan kondisi yang meberatkan terhadap tindak pidana pencurian seperti diikuti dengan penganiayaan atau pembunuhan. Akan tetapi permasalahannya akan menajdi berbeda apabila aparat penyidik (Kepolisian) harus melakukan penyidikan terhadap tindak pencurian atas barang-barang yang dimiliki oleh masyarakat yang dilakukan oleh aparat militer.
Bagaimanapun juga hukum harus ditegakkan, dan hukum tidak pernah memandang penegakkannya dengan memilah-milah masyarakat sebagai masyarakat sipil dan masyarakat militer. Oleh karenanya dibutuhkan kerjasama dari semua pihak baik dari aparat penyidik sipil (Kepolisian) maupun oditur militer, perpera dan ankum dalam menyeret anggota-anggota militer yang melakukan tindak pencurian terhadap barang-barang milik masyarakat sipil, sebagaimana yang banyak dilansir media sekarang ini adalah pencurian kendaraan bermotor yang terkadang “melibatkan” oknum anggota-anggota militer.
C. Permasalahan
1. Bagaimana pemahaman tindak pidana pencurian yang diatur dalam KUHPM dan KUHP di Indonesia ?
2. Bagaimana penanganan tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh militer jika dikaitkan dengan ketentuan KUHPM dan KUHP ?
D. Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah dengan menggunakan metode diskriptif analisis dengan mengedepankan studi pustaka dan penganalisaan kitab KUHPM dan KUHP serta bahan literature lainnya dalam rangka pegumpulan datanya, khususnya yang berhubungan dengan tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anggota militer.
E. Pembahasan
1. Pengertian pencurian menurut KUHPM dan KUHP
Sebelum memulai pembahasan tentang tindak pidana pencurian yang ada dalam ketentuan KUHPM dan KUHP, barangkali ada baiknya dikaji terlebih dahulu hubungan antara Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam system hukum pidana di Indonesia.
KUHP sebagai general rule ketentuan perundang-undangan pidana di Indonesia tentu saja tidak akan dapat memuat semua ketentuan-ketentuan tindak pidana yang ada dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat, khususnya yang mengenai tindak pidana yang ada dalam kehidupan militer, oleh karenanya diperlukan adanya special rule yang mengatur tentang tindak-tindak pidana khusus yang belum atau tidak diatur dalam KUHP, akan tetapi sebagai general rule dari seluruh aturan-aturan yang ada dalam system hukum pidana, maka disyaratkan pula bahwa seluruh ketentuan yang ada dalam undang-undang pidana di luar KUHP harus tetap mengacu pada ketentuan-ketentuan umum, khususnya yang ada dlam Buku I KUHP, sepanjang ketentuan tersebut tidak diatur lain dalam undang-undang pidana yang ada di luar KUHP.
Tentang bagaimana hubungan antara KUHPM dengan KUHP dalam system hukum pidana di Indonesia dapat dilihat dalam konteks bunyi Buku I, Bab IX pasal 103 KUHP yang menyebutkan bahwa semua ketentuan yang ada dalam Bab I sampai dengan Bab VIII KUHP juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnya yakni undang-undang hukum pidana yang ada di luar KUHP diancam dengan pidana, kecuali perundang-undangan pidana yang ada di luar KUHP tersebut menentukan lain.
Sedangkan dalam ketentuan KUHPM khususnya dalam Buku I Bab Pendahuluan Pasal 1 dan Pasal yang menyebutkan bahwa dalam penerapan KUHPM juga berlaku ketentuan-ketentuan yang ada dalam KUHP dan juga tindak pidana yang tidak tercantum dalam KUHPM yang dilakukan oleh anggota militer maka dapat diterapkan ketentuan dalam KUHP.
Dari beberapa ketentuan pasal tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa keterkaitan antara KUHPM dan KUHP adalah saling melengkapi dimana ketentuan khusus mengatur tentang delik militer diatur dalam KUHPM akan tetapi tidak dapat dipisahkan pelaksanannya dengan ketentuan dalam KUHP apabila dalam KHUPM tidak mengatur secara tersendiri.
Tindak pidana pencurian di dalam KUHPM (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer) diatur dalam Buku II Tentang Kejahatan-Kejahatan Militer Bab VI Tentang Pencurian dan Penadahan sebagaimana diatur dalam Pasal 140 sampai dengan Pasal 144, sedangkan dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) diatur dalam Bab XXII Tentang Pencurian sebagaimana diatur dalam Pasal 362 sampai dengan Pasal 367.
Definisi tentang pencurian sebagaimana dalam KUHP Pasal 162 yang menyebutkan : “Barangsiapa mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepuyaan orang lain dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum …” inipun juga dijadikan dasar dalam pemahaman pencurian yang ada di Pasal 140 KUHPM yang menyebutkan : “Diancam dengan penjara maksimal tahun, barangsiapa melakukan pencurian dan dalam tindakan itu telah menyalahgunakan kesempatan…”. Lebih khusus lagi menyangkut tindak pencurian yang dapat dilakukan anggota militer terhadap masyarakat sipil ini sebagaimana ketentuan pasal 142 ayat (1) angka 2 yang pada intinya menyebutkan : …. ketika melakukan pencurian menyalah-gunakan kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diperolehnya karena hubungannya dengan angkatan perang itu.”
2. Penanganan tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh militer jika dikaitkan dengan ketentuan KUHPM dan KUHP
Berkaitan dengan tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh masyarakat sipil, maka proses penanganan hukumnya, khususnya yang berkaitan dengan penyidikan dapat dipergunakan ketentuan-ketentuan pasal-pasal tentang penyedikian yang dilakukan oleh aparat Kepolisian sebagimana ada di dalam KUHAP, sedangkan mengenai penanganan tindak pidana pencurian yang dilakukan anggota militer terhadap masyarakat sipil yang didasarkan atas tindak pidana Pasal 142 ayat (1) angka 2 KUHPM, maka dapat dilakukan dengan menggunakan pasal-pasal peradilan koneksitas sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 89 sampai dengan pasal 94 KUHAP
Ketentuan-ketentuan tentang peradilan koneksitas dalam KUHAP adalah sebagai berikut :
1. Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum. (Kecuali menurut keputusan Menhankam dan Menkumdang harus diadili dalam lingkungan peradilan militer)
2. Penyidik perkara dilaksanakan oleh tim yang dibentuk dengan SK Menhankam dan Menkumdang, terdiri atas penyidik Kepolisian dan Polisi Militer serta Oditur sesuai kewenangan masing-masing.
3. Untuk menentukan peradilan maka yang akan digunakan didasarkan atas hasil penelitian tim yang dilakukan oleh jaksa dan oditur militer
4. Jika perkara akan diajukan ke pengadilan umum, maka Perwira Penyerah Perkara (Perpera) segera membuat SK penyerahan perkara kepada Oditur Militer untuk diserahkan kepada penuntut umum sebagai dasar pengajuan perkara pada Pengadilan Negeri yang berwenang.
5. Delik pencurian yang dimajukan dalam siding peradilan umum maka akan dipergunakan acara sebagaimana diatur dalam KUHAP (UU. No. 8 Tahun 1981), sedangkan jika diajukan dalam siding peradilan militer maka akan dipergunakan KUHAPM (UU No. 31 Tahun 1997)
F. Kesimpulan dan Penutup
1. Kesimpulan
a. Tindak pidana pencurian dalam KUHPM sebagaimana yang diatur Buku II Tentang Kejahatan-Kejahatan Militer Bab VI Tentang Pencurian dan Penadahan sebagaimana diatur dalam Pasal 140 sampai dengan Pasal 144, dan khususnya yang menyangkut pencurian yang dilakukan anggota militer terhadap masyarakat sipil sebagaimana ketentuan Pasal 142 ayat (1) angka 2 KUHPM. Dalam KUHP, delik pencurian sebagaimana diatur dalam Pasal 362 sampai dengan Pasal 367
b. Penanganan tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh militer apakah akan digunakan ketentuan KUHPM atau KUHP disesuaikan dengan hasil pengkajian atas penelitian tim yang dilakukan oleh jaksa dan oditur militer. Delik pencurian yang dimajukan dalam sidang peradilan umum maka akan dipergunakan acara siding sebagaimana diatur dalam KUHAP (UU. No. 8 Tahun 1981), sedangkan jika diajukan dalam sidang peradilan militer dipergunakan KUHAPM (UU No. 31 Tahun 1997)
2. Penutup
Untuk memberikan efek jera, kasus-kasus yang melibatkan anggota militer yang dilakukan teerhadap barang-barang milik sipil pada saat damai (bukan masa perang) disarankan diselesaikan melalui peradilan umum.
G. Daftar Pustaka
1. A. Wahab Daud, Hukum Militer. Pusbakum ABRI. Jakarta, 1999
2. M. Faisal Salam, Hukum Pidana Militer. CV. Mandar Maju. Bandung 2006.
3. R. Soesilo. KUHAP. Penjelasan Resmi dan Komentar. Politeia. Bogor, 1997.
4. Prof. Moeljatno. KUHP. PT. Bumi Aksara. Jakarta 2009.
5. B. Widiyantoro. Delik-Delik Pidana Khusus. Karawang, 2010
6. -------------- S.1934 No. 164 / UU No. 39/1947 tentang KUHPM
7. -------------- UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer

Tidak ada komentar:

Posting Komentar